TARUTUNG (voa-islam.com) – Terkait kasus pemerkosaan Pendeta HKBP terhadap 19 mahasiswi Sekolah Tinggi Teologi, Gereja HKBP di Tarutung, Sumatera Utara didemo pendeta wanita bersama puluhan mahasiswi.
Bertepatan dengan demo nasional besar-besaran dalam rangka mengkritisi kegagalan kinerja 100 hari SBY-Boediono, Kamis (28/1/2010), demo yang tak kalah panasnya, digelar pendeta wanita di lingkungan gereja HKBP Tarutung.
Dr Dewi Sri Sinaga, Pendeta wanita HKBP, bersama puluhan mahasiswi beramai-ramai menggeruduk Kantor Pusat Gereja HKBP (Huria Kristen Batak Protestan) di Tarutung. Mereka mengadukan skandal pelecehan seksual yang dilakukan oleh Pendeta Laguboti terhadap 19 mahasiswi Sekolah Biblevro, Tarutung, Sumatera Utara, sejak Desember 2009 lalu. Laguboti adalah pendeta HKBP yang juga menjadi staf pengajar di Sekolah Biblevro itu.
Pendeta Dewi Sri Sinaga dan puluhan mahasiswi itu, mendesak agar pimpinan HKBP segera menggelar rapat guna membahas kasus pelecehan seksual itu.
Menurut Dewi, pelecehan seksual terhadap 19 mahasiswi itu sudah terjadi sejak Desember lalu. “Pemerkosaan ini sudah berulang-ulang terjadi dan HKBP tidak pernah mengambil sikap tegas terhadap pendetanya. Ini harus dihentikan sekarang juga,” terang Pendeta Sri Sinaga.
Menurut perempuan yang juga salah satu dosen di STT HKBP Pematang Siantar, skandal seksual pendeta itu sudah sangat mencoreng tubuh Kristus yang diyakini sebagai dasar kerja penginjilan.
“Ini pasti akan kita bawa ke jalur hukum. Namun sejauh ini kita berharap ada ketegasan dari internal HKBP. Serta kami meminta agar keseluruhan mahasiswi didukung,” katanya.
Dewi pun menyesalkan adanya pihak-pihak yang terkesan menghalang-halangi ke-19 mahasiswi korban pelecehan oleh oknum pendeta itu, untuk menempuh jalur hukum. “Jalur hukum itu ada, dan kita akan menempuhnya,” tegas Dewi.
“Kami akan tetap di Tarutung ini untuk meminta kejelasan nasib kami. Sebab kami dikirim orang tua kami untuk belajar Alkitab di sekolah tersebut bukan belajar mengenai pelecehan seksual,” teriak sebagian mahasiswi.
Aib memalukan itu terjadi karena sang dosen teologi salah ajar. Sebagai dosen Sekolah Alkitab (Bibel), mestinya yang diajarkan Pendeta Laguboti adalah etika seksual berdasarkan Alkitab, bukannya praktik zina seksual secara paksa berdasarkan nafsu kedagingannya.
Bukan Yang Pertama Di Panggung Gereja
Pada 27 Februari 2004, The Associated Press wire menyiarkan satu tulisan berjudul Two Studies Cite Child Sex Abuse by 4 Percent of Priests, oleh Laurie Goodstein, yang menyebutkan, bahwa pelecehan seksual terhadap anak-anak dilakukan oleh 4 persen pastur Gereja Katolik.
Setelah tahun 1970, 1 dari 10 pastur akhirnya tertuduh melakukan pelecehan seksual itu. Dari tahun 1950 sampai 2002,sebanyak 10.667 anak-anak dilaporkan menjadi korban pelecehan seksual oleh 4392 pastur.
Studi ini dilakukan oleh The American Catholic Bishops tahun 2002 sebagai respon terhadap tuduhan adanya penyembunyian kasus-kasus pelecehan seksual yang dilakukan paratokoh Gereja.
A.W. Richard Sipe, seorang pendeta Katolik Roma, menulis buku berjudul "Sex, Priests, and Power: Anatomy of A Crisis" (1995). Buku ini menceritakan perilaku seksual di kalangan para pendeta dan pastor.
Sebagai gambaran, pada 17 November 1992, TV Belanda menayangkan program 17 menit tentang pelecehan seksual oleh pemuka agama Kristen di AS. Esoknya, hanya dalam satu hari, 300 orang menelepon stasiun TV, dan menyatakan, bahwa mereka juga mengalami pelecehan seksual oleh para pendeta di Belanda.
Tahun 2002, The Boston Globe, juga menerbitkan sebuah buku berjudul "Betrayal: The Crisis in the Catholic Church", yang membongkar habis-habisan pengkhianatan dan skandal sex para pemuka agama Katolik.
Pembongkaran skandal-skandal sex ini telah memunculkan krisis paling serius dalam Gereja Katolik. Pelecehan seksual - khususnya terhadap anak-anak - memang sangat serius.
Sebagai contoh, tahun 1992, di Tenggara Massacusetts, ditemukan seorang pastor saja - bernama James R. Porter- melakukan pelecehan seksual terhadap lebih dari 100 anak-anak (pedofilia).
Mengapa hal ini bisa terjadi ?
Surat Kabar Italia La Republica yang terbit di Vatikan pada hari rabu, 21-3 -2001 mengabarkan tentang banyaknya kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan biarawati yang dilakukan oleh pastur dan uskup di gereja Katolik, lalu mereka memaksa para biarawati itu agar menggugurkan kandungannya untuk mencegah terbongkarnya skandal.
Dalam berita itu, terbongkarlah rahasia yang menyatakan bahwa para uskup dan pendeta menggunakan otoritas agama mereka di beberapa negara, untuk melakukan hubungan seks dengan biarawati secara paksa.
Hal ini terbukti dengan laporan tentang banyaknya terjadipelecehan seksual di 23 negara, diantaranya: Amerika Serikat, Brazil, Philipina, India, Irlandia, dan Italia, bahkan di dalam gereja Katolik (Vatikan) itu sendiri, juga di beberapa negara Afrika lainnya.
Berita tersebut mengatakan: Bahwa salah seorang kapala biarawati di sebuah gereja - yang sengaja tidak disebutkan namanya - menyatakan, bahwa para pendeta di gereja tempatnya bekerja telah melakukan pelecehan seksual terhadap 29 biarawati yang ada dalam keuskupannya. Ketika salah seorang biarawati melaporkan permasalahan ini kepada uskup agung, maka dia pun dipecat dari pekerjaannya.
Di gereja lainnya - menurut laporan - para pendeta yang berada di sana minta disediakan biarawati untuk memenuhi nafsu seks mereka. Dalam berita itu dinyatakan, bahwa setelah kejadian tersebut terungkap, maka pihak gereja mengirim para uskup yang terlibat ke luar negeri untuk melanjutkan studi atau mengutus mereka ke gereja lain sampai batas waktu tertentu.
Adapun para biarawati yang takut pulang ke rumahnya dipaksa untuk meninggalkan gereja, sehingga banyak dari mereka beralih profesi menjadi wanita tuna susila (pelacur).
Juga dinyatakan, bahwa telah ditemukan beberapa bulan yang lalu tentang adanya jaringan para uskup dan agamawan di Vatikan - dengan berbagai macam tingkatannya - yang melakukan perilaku seks menyimpang (homoseks) dan pecandu narkoba.
Uskup New York dan Boston yang memiliki kedudukan terbesar di gereja Amerika mendapat tekanan kuat untuk mengundurkan diri dari jabatan mereka, setelah tersebar kabar bahwa mereka berdualah yang berada dibalik skandal seks yang dilakukan oleh sebagian pendeta.
Uskup Milouki dituduh telah menyembunyikan informasi tentang skandal seks serupa. Kepala uskup Boston Kardinal Bernard Lu yang berumur 70 tahun juga dituduh telah mengetahui adanya beberapa uskup di keuskupannya yang melakukan pelecehan seksual terhadap anak-anak dibawah umur secara terus menerus.
Namun uskup tersebut tidak memberikan sanksi kepada mereka, malah dia hanya memindahkankannya ke keuskupan lainnya, dimana para pendeta tersebut bisa mencari korban-korban baru lainnya.
Selain itu, terdapat juga skandal serupa di daerah St. Louis, Florida, California, Philadelphia, dan Detroit. Sekitar 3000 pendeta menghadapi tuduhan pelecehan seksual terhadap anak-anak di bawah umur.
Kardinal pun mendapat protes keras karena tidak memberikan sanksi di Boston kepada mantan pendeta John Geogon yang diyakini telah melakukan pelecehan seks terhadap 100 orang selama 20 tahun, malah dia hanya dipindahkan ke keuskupan lain.
Skandal gereja tersebut menghabiskan biaya yang sangat besar mencapai milyar dolar untuk berdamai di luar pengadilan di beberapa kasus. Juga dinyatakan bahwa beberapa keuskupan bangkrut disebabkan oleh skandal seks tersebut. (Ibnudzar/dbs)
SUBER BISA DI KLIK DISINI.
http://kalasnikhov.multipl
Itukan orangnya .. dia pendeta juga karena ada uang untuk biaya pendidikan pendeta .. tp beda klo pendeta yang karena ada PANGGILAN ..
BalasHapus