Tidak sedikit amal yang keluar dari hati orang zuhud, dan tidak
banyak amal yang lahir dari hati orang yang suka pada dunia."
Kadar amal dari orang zuhud (tidak terlalu terikat dengan dunia),
nampaknya hanya sedikit, akan tetapi pada hakikatnya sangat banyak,
karena lahir dari hati orang yang tidak memperhitungkan lagi milik
duniawinya. Sebaliknya, amal orang yang masih mencintai dunia, banyak
pada lahirnya, sebenarnya pada hakikatnya sedikit.
Amal orang zuhud itu memang sangat kecil, akan tetapi mereka telah
mengeluarkannya dari keikhlasan hati mereka, dan dari kemampuan yang
ada pada mereka. Tidak ada yang mereka pikirkan tentang apa yang
telah dikeluarkan walaupun sangat kecil, karena semua itu adalah
milik Allah yang mereka peroleh sebagai anugerah. Harta benda dunia
itu mereka kembalikan kepada masyarakat dan yang memerlukannya.
Ketika memberikan milik mereka kepada masyarakat dan jalan Allah,
harta itu tidak mempengaruhi mereka, karena memang sangat kecil
sangkutan mereka bahkan kebutuhan mereka terhadap harta dunia. Mereka
ikhlas menerima harta yang halal, apabila datang kepada mereka, dan
mereka pun rela apabila harta itu dipergunakan oleh siapa saja yang
memerlukan.
Amal ibadah orang zuhud terikat dengan keikhlasan niat yang sangat
menyelamatkan ibadah mereka. Tidak mungkin orang yang beramal, akan
tetapi masih berkaitan dengan duniawinya, akan tetapi menjadi amal
yang ikhlas.
Pada dasarnya amal ibadah yang banyak dan amal ibadah yang sedikit
tergantung siapa yang melaksanakannya. Atau dengan perkataan lain,
amal itu karena banyak atau sedikit, akan tetapi karena amal itu
sendiri bermanfaat atau tidak bagi pemberi amal dan bagi masyarakat.
Gerakan lahiriah dari ibadah dan amal menunjukkan gerakan batiniyah.
Boleh dikatakan amal yang dikerjakan oleh seseorang baik atau jelek,
ikhlas atau tidak, akan nampak dari hasilnya.
Kalbu seorang yang beramal menerbitkan cahaya terang bagi manusia
sekelilingnya, karena cahaya itu bersih, ia sangat berperanan
membentuk jiwa seseorang, yang pada hakikatnya amal yang ikhlas, jauh
dari rasa riya' telah melahirkan manusia yang berkualitas.
Mengingat Allah dalam zuhud akan lebih banyak memberi kesempatan bagi
manusia untuk mengenal diri sendiri. Sebab dalam zuhud manusia akan
lebih mampu bercermin tentang dirinya, dan kenikmatan Allah yang ia
terima. Orang zuhud adalah orang yang mampu mengendalikan sifat
manusiawinya dalam pergaulan hidup dan dalam mengatur hidup dunianya.
Dalam diri orang zuhud terpateri rasa aman, karena tidak perlu ia
mengejar atau dikejar oleh kerepotan hidup dunia. Demikian juga ia
tidak tamak karena dunia tidak mengejarnya, karena memang dunia tidak
perlu mengejarnya. Ia hidup qana'ah, karena hidup seperti itu adalah
bagian dari hidup orang-orang zahid.
Selalu zikir kepada Allah yang menjadi sifat orang zahid yang menjadi
perisai baginya, karena itulah hiasan bagi lidah, hati, dan
kesempurnaan ibadahnya. Seperti firman Allah, "Wahai orang-orang
beriman, ingatlah Allah dengan banyak-banyak berzikir, serta
bertasbihlah pagi dan sore." (QS. Al-Ahzab: 41-42)
Mengikhlaskan diri mengharapkan rida Allah Yang Maha Agung dan benyak
zikrullah adalah sifat orang-orang zahid. Menghindari riya' dan
mewujudkan keikhlasan yang sepenuh-penuhnya dalam ibadah, karena
perbuatan riya' itu dikerjakan, tanpa ikhlas. Seperti hadits yang
diriwayatkan dari sahabat Ibnu Mas'ud, "Dua rakaat salat yang
dlakukan oleh orang yang zuhud lagi alim, lebih baik daripada yang
dikerjakan oleh para ahli ibadah dan para mujtahidin sepanjang masa."
Para ulama tabiin yang wara', mereka sangat zuhud dalam kehidupan
dunia, demikian juga sebagian sahabat. Para ulama zuhud meletakkan
dunia diluar dirinya, dan meletakkan akhirat di hadapannya. Karena
dunia pasti ditinggalkan, dan akhirat yang ada di depannya selalu
dituntut dan akan ditemukannya.
Hati yang bersih dan riya', adalah hati yang telah terbentuk oleh
kumpulan ikhlas yang jujur. Allah SWT akan memberikan pahala kepada
orang yang beramal dengan ikhlas hati dan menempatkan ke tempat yang
ia ridai.
Riya' itu adalah akibat manusia begitu tergoda oleh hidup dunia yang
sementara.. Kerusakan, ketamakan, dan perbuatan yang sama dengan itu
telah menghadirkan bermacam-macam penyakit yang merusak ibadah.[*]
die *Mutu Manikam dari Kitab al-Hikam*
Syekh Ahmad Atailah
Senin, 14 Juni 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar