Poin pelarangan anggota JIL menjadi Ketua Umum PBNU termaktub di Bab VII tentang Pemilihan Rois Aam dan Ketua Umum pasal 22 ayat 3.
Disebutkan dalam pasal 22 ayat 3 bahwa "Seorang calon tidak sedang menjabat sebagai pengurus harian partai politik dan tidak merangkap ormas yang secara langsung dengan tidak langsung yang bertentangan dengan paham ahlsunnah wal jamaah dan Jaringan Islam Liberal".
Sebenarnya di draft awal Tatib Muktamar 32 NU, tidak ada poin tentang pelarangan Ketua Umum PBNU dari Jaringan Islam Liberal. Namun saat pembahasan Tatib, muncul usulan tersebut dari utusan Jawa Timur yang kemudian menjadi keputusan Pleno.
"Tidak ada tendensi politik, ini demi paham Sunni," ujar Ketua Sidang Sementara Hafiz Usman ditemui seusai rapat pleno membahas Tatib Muktamar 32 NU, di Asrama Haji Sudiang, Makassar, Selasa (23/3) malam.
Hafiz juga menegaskan poin tersebut untuk mempertegas posisi paham ahlussunnah wal jamaah yang tidak cenderung ke paham Syiah maupun Islam liberal. "Draft awal ini sudah kita bicarakan dengan wilayah-wilayah NU, bukan dari PBNU," ujarnya.
Dalam pleno soal Tatib Muktamar NU hanya terdapat dua poin penambahan. Pertama terkait syarat calon Ketua Umum PBNU dan soal pengisian jabatan-jabatan pengurus PBNU paling lambat satu bulan setelah muktamar. Poin ini tercantum di Pasal 25 huruf (f). [taz/inlh]
http://m.voa-islam.com/new
Tidak ada komentar:
Posting Komentar